“Tuhan, yang satu, yang transenden (re: di luar segala kesanggupan manusia;
luar biasa; utama), Engkau yang disebut dalam berbagai
nama, aku sebagai temanmu, “kancamu” (re: temanmu), “sedulurmu” (re: saudaramu),
ingin mengungkapkan keresahanku……” – kutipan curhatanku tadi malam
*Dab (re: panggilan akrabku
untuk Tuhan), sebenarnya mengapa kamu membiarkan dirimu disebut dalam berbagai
nama ? Kenapa kamu harus menginspirasi manusia untuk menciptakan sebuah “tembok
pemisah” yang disebut sebagai agama ?
*keresahan
yang kian memuncak*
Dab, aku
khawatir dengan segala konstruksi-konstruksi buatan ini yang makin lama makin
memperjauh jarakku denganmu. Aku khawatir dengan segala perbedaan yang
seharusnya bisa berjalan beriringan menuju-mu yang transenden, namun pada kenyataannya…………kami
semakin menjauh dengan pertikaian yang mengatas namakan segala konstruksi buatan
itu……
*asap
rokok bak kabut pegunungan mulai mengepul deras*
Kamu adalah sedulurku yang paling tidak aku mengerti
jalan pikirannya. Sampai kapan kami harus bertikai ? Sampai kapan konflik
berdarah antara kami harus terjadi ? Atau……………sebenarnya kamu yang mendesain
konflik ini untuk membuka pikiran kami tentangmu, wahai sedulur sangarku………
Ketika kamu sudah bosan
dengan berbagai macam pertanyaan, pujian, permohonan, dan permintaan maaf…………………
Tak
enteni neng burjo palm kuning jam 9 bengi. Sopo ngerti awake dewe iso ngobrol
jero...... Sak udutan rong udutan yo rapopo………. (re: aku tunggu di burjo palm
kuning jam 9 malam. Siapa tahu kita bisa membicarakan sesuatu hal yang
mendalam. Satu atau dua rokok-an juga tidak apa)
-N-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar