Kamis, 10 Mei 2012

Untukmu yang "Transenden"


“Tuhan, yang satu, yang transenden (re: di luar segala kesanggupan manusia; luar biasa; utama), Engkau yang disebut dalam berbagai nama, aku sebagai temanmu, “kancamu” (re: temanmu), “sedulurmu” (re: saudaramu), ingin mengungkapkan keresahanku……” – kutipan curhatanku tadi malam


*Dab (re: panggilan akrabku untuk Tuhan), sebenarnya mengapa kamu membiarkan dirimu disebut dalam berbagai nama ? Kenapa kamu harus menginspirasi manusia untuk menciptakan sebuah “tembok pemisah” yang disebut sebagai agama ?


*keresahan yang kian memuncak*


Dab, aku khawatir dengan segala konstruksi-konstruksi buatan ini yang makin lama makin memperjauh jarakku denganmu. Aku khawatir dengan segala perbedaan yang seharusnya bisa berjalan beriringan menuju-mu yang transenden, namun pada kenyataannya…………kami semakin menjauh dengan pertikaian yang mengatas namakan segala konstruksi buatan itu……


*asap rokok bak kabut pegunungan mulai mengepul deras*


Kamu adalah sedulurku yang paling tidak aku mengerti jalan pikirannya. Sampai kapan kami harus bertikai ? Sampai kapan konflik berdarah antara kami harus terjadi ? Atau……………sebenarnya kamu yang mendesain konflik ini untuk membuka pikiran kami tentangmu, wahai sedulur sangarku………


Ketika kamu sudah bosan dengan berbagai macam pertanyaan, pujian, permohonan, dan permintaan maaf…………………


Tak enteni neng burjo palm kuning jam 9 bengi. Sopo ngerti awake dewe iso ngobrol jero...... Sak udutan rong udutan yo rapopo………. (re: aku tunggu di burjo palm kuning jam 9 malam. Siapa tahu kita bisa membicarakan sesuatu hal yang mendalam. Satu atau dua rokok-an juga tidak apa)

-N-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar